Sekitar empat ratus pusat perbelanjaan, atau yang biasa kita kenal sebagai mal, di Indonesia kini bersiap untuk menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh perilaku konsumen yang enggan berbelanja. Dalam upaya menarik kembali minat para pengunjung, asosiasi pengelola mal menghadirkan sebuah festival belanja yang menawarkan diskon besar-besaran menjelang peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia. Inisiatif ini diharapkan dapat meningkatkan transaksi dan mengubah kebiasaan pengunjung yang hanya sekadar bertanya tanpa berkontribusi pada penjualan.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia, Alphonsus Widjaja, mengungkapkan bahwa melalui acara bertajuk Indonesia Shopping Festival (ISF) 2025, ratusan mal akan menyuguhkan berbagai penawaran menarik. Festival ini tidak hanya menjadi ajang belanja, tetapi juga menjadi momen bagi pelaku usaha untuk memperkuat keberadaan mereka di tengah tantangan pasar yang ada.
“Kami percaya bahwa perilaku konsumen yang datang hanya untuk melihat-lihat tidak perlu terlalu dikhawatirkan,” kata Alphonsus dalam konferensi pers. “Dengan kegiatan seperti ISF, kami yakin bahwa kunjungan akan lebih berorientasi pada pembelian produk.” Acara ini direncanakan akan digelar di 14 daerah yang berbeda di seluruh Indonesia.
Dampak Diskon Besar-Besaran pada Pusat Perbelanjaan
ISF menjadi salah satu agenda tahunan yang selalu dinantikan oleh masyarakat, terutama menjelang Hari Kemerdekaan. Acara ini akan dimulai pada 14 Agustus di Lippo Mall Nusantara, Jakarta, dan berakhir pada 28 Agustus di Summarecon Mall Serpong. Selama periode ini, pengunjung dapat menikmati diskon yang mencakup potongan harga hingga 80 persen.
Dengan demikian, diharapkan transaksi belanja akan melonjak drastis, menciptakan nilai ekonomi yang signifikan bagi pusat perbelanjaan. Target yang dibebankan kepada ISF adalah mencapai angka transaksi mencapai Rp23,3 triliun. Ini adalah langkah yang berani untuk meningkatkan daya tarik pengunjung saat periode rendah aktivitas belanja di pertengahan hingga akhir tahun.
Pada saat yang sama, situasi yang dihadapi oleh pusat perbelanjaan saat ini menunjukkan bahwa jumlah pengunjung tidak tumbuh sesuai dengan ekspektasi. Hingga Juli 2025, pertumbuhan kunjungan hanya mencapai 10 persen, jauh dari target yang ingin dicapai yaitu antara 20 hingga 30 persen. Hal ini memicu perlunya strategi baru untuk menarik lebih banyak konsumen ke dalam mal.
Perubahan Pola Kunjungan dan Kebiasaan Belanja
Fenomena di mana banyak pengunjung datang ke mal hanya untuk bersosialisasi atau sekadar menikmati suasana, dikenal dengan istilah rojali (rombongan jarang beli) dan rohana (rombongan hanya nanya). Hal ini mencerminkan pergeseran fungsi pusat perbelanjaan sebagai ruang publik multifungsi ketimbang hanya tempat belanja. Pun demikian, ini menunjukkan bahwa pengelola mal perlu beradaptasi dengan situasi yang ada.
Dalam pandangan Alphonsus, fungsi mal yang berubah ini membutuhkan pendekatan baru dalam memberikan pengalaman berbelanja. Pengunjung harus dibuat lebih sadar akan keuntungan yang bisa didapatkan jika mereka melakukan pembelian, terutama saat ada festival seperti ISF yang menawarkan diskon besar.
Diskon yang menarik tentu menjadi daya tarik tersendiri, namun pengelola mall juga perlu memahami kebutuhan dan harapan konsumen. Misalnya, mereka harus menciptakan pengalaman belanja yang menyenangkan agar pengunjung betah berlama-lama dan terdorong untuk melakukan pembelian. Pelibatan konsumen dalam bentuk acara dan promosi juga dapat membantu menumbuhkan minat belanja.
Kebijakan Perdagangan dan Implikasinya terhadap Pusat Perbelanjaan
Sementara itu, di tengah upaya untuk mempromosikan belanja dalam negeri, perjanjian perdagangan antara Indonesia dan pihak asing dalam konteks global juga tetap relevan untuk diperhatikan. Meskipun ada pengaruh dari kebijakan luar negeri, Alphonsus menegaskan bahwa operasional pusat perbelanjaan di dalam negeri tidak akan terganggu secara signifikan.
Dia menambahkan bahwa banyak produk luar negeri, khususnya dari Amerika Serikat, tetap tersedia di mal. Namun, ada komitmen untuk memberikan ruang bagi produk-produk lokal untuk bersaing dan mendapatkan perhatian dari pengunjung. Ini menjadi peluang bagi industri domestik untuk berkembang di tengah persaingan global.
Akhirnya, meskipun tantangan yang dihadapi oleh pusat perbelanjaan cukup signifikan, upaya untuk memperkuat transaksi dan menarik kunjungan tetap menjadi prioritas. Dengan pendekatan yang tepat dan kesadaran akan kebiasaan konsumen yang berubah, pusat perbelanjaan di Indonesia dapat terus bertahan dan berkembang di pasar yang kompetitif ini.











