Pada masa krisis di awal kemerdekaan, pemerintah Indonesia menghadapi tantangan luar biasa dalam menjalankan pemerintahan. Kurangnya dana untuk membiayai berbagai keperluan negara diperparah oleh situasi perang melawan Belanda, yang terus berupaya merebut kembali kekuasaan atas tanah air.
Dalam kondisi yang tertekan ini, pemerintah terpaksa melakukan langkah-langkah drastis, termasuk menjual sumber daya alam ke luar negeri. Langkah ini, meskipun berisiko, dianggap sebagai satu-satunya cara untuk mengisi kas negara yang kosong.
Berdasarkan kajian Oey Beng To dalam buku “Sejarah Kebijakan Moneter Indonesia 1945-1948,” langkah menjual sumber daya ini dilakukan secara rahasia agar tidak ketahuan oleh Belanda. Jika sampai diketahui, bisa jadi semua sumber daya ini jatuh ke tangan musuh yang sedang berusaha keras untuk membiayai perang.
Praktik Penyelundupan yang Terjadi di Masa Perang
Sejarah mencatat bahwa praktik penyelundupan menjadi hal biasa di tengah sulitnya situasi tersebut. Berdasarkan catatan sejarawan Bambang Purwanto dalam “Dunia Revolusi,” barang-barang yang diselundupkan mulai dari emas hingga narkoba.
Emas yang diselundupkan pada masa itu terutama berasal dari tambang Cikotok di Banten. Proses pengolahan dilakukan di pabrik emas Jakarta sebelum akhirnya dipindahkan ke Yogyakarta, seiring dengan berpindahnya ibu kota Indonesia saat Jakarta jatuh ke tangan Belanda pada Agresi Militer I tahun 1947.
Proses pemindahan emas ini dilaksanakan secara diam-diam menggunakan kereta api. Dalam pengiriman awal, sekitar 5 ton emas berhasil dipindahkan, dan jumlah ini terus meningkat seiring dengan kebutuhan akan pendanaan untuk perang.
Pengarahan Emas ke Yogyakarta dan Strategi Perjuangan
Setibanya di Yogyakarta, emas yang telah diselundupkan digunakan untuk membeli senjata dan logistik penting bagi pejuang. Namun, pada tahun 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II, kembali menduduki Yogyakarta dan menangkap Presiden Soekarno.
Dalam situasi darurat, pemerintahan harus dipindahkan ke Sumatera Barat. Di Yogyakarta, tersisa sekitar 7 ton emas batangan yang sangat sulit untuk dipindahkan tanpa mengundang perhatian Belanda.
Para pejuang memutuskan untuk menyelundupkan emas tersebut ke luar negeri sebagai langkah terakhir agar tidak jatuh ke tangan musuh. Mereka menggunakan truk dan gerobak sapi yang ditutupi dedaunan untuk menyembunyikan emas dari pengamatan tentara Belanda.
Pengiriman Emas Melalui Jalur Udara ke Makau
Perjalanan penyelundupan emas dimulai dari kantor pusat Bank Nasional Indonesia di Yogyakarta menuju Bandara Maguwo yang berjarak 10 kilometer. Dengan sigap, emas tersebut kemudian diterbangkan dengan pesawat tempur yang telah disiapkan, singgah sebentar di Filipina sebelum akhirnya mendarat di Makau.
Pemilihan Makau sebagai tujuan pengiriman emas bukanlah tanpa alasan. Makau sudah diakui sebagai pusat perjudian yang memiliki banyak kasino dengan perputaran uang yang sangat besar, sehingga diharapkan emas tersebut bisa terjual dengan harga yang tinggi.
Sesampainya di Makau, emas seberat 7 ton laku terjual dengan total sekitar Rp140 juta. Pada masa itu, nominal tersebut sangat signifikan, bahkan jika dihitung menurut nilai emas saat ini, dapat mencapai triliunan rupiah.
Manfaat dari Hasil Penjualan Emas untuk Perjuangan Diplomasi
Dana hasil penjualan emas tersebut digunakan untuk mendukung perjuangan diplomasi di luar negeri, termasuk operasional para diplomat. Dengan dukungan dana yang cukup, mereka mampu beraktivitas dan memperjuangkan pengakuan kemerdekaan Indonesia di berbagai negara dan lembaga internasional.
Sejarah mencatat bahwa berkat upaya keras para diplomat, Indonesia berhasil mendapatkan pengakuan dan dukungan dari banyak negara. Ini menjadi langkah penting dalam memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional dan memperkokoh kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan susah payah.
Dengan demikian, kisah penyelundupan emas ini tidak hanya menunjukkan aspek kelangsungan hidup di masa krisis, tetapi juga menggambarkan semangat perjuangan yang tak kenal lelah dari para pejuang dan diplomat Indonesia. Sejarah ini mengingatkan kita akan pengorbanan dan keberanian yang telah dilakukan untuk meraih kemerdekaan.











