Purbaya Yudhi Sadewa kini menghadapi tantangan besar setelah diangkat menjadi Menteri Keuangan. Ia menggantikan Sri Mulyani, yang sebelumnya memegang posisi tersebut, dan harus segera melanjutkan tugas penting terkait anggaran negara.
Dengan tanggung jawab mengelola pendapatan negara yang ditargetkan mencapai Rp3.005,1 triliun, Purbaya dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah. Proyeksi penerimaan yang tak mencapai target menjadi salah satu isu utama yang harus diatasinya.
Sri Mulyani, dalam pemaparan APBN 2025, menyebutkan bahwa realisasi pendapatan diperkirakan hanya mencapai Rp2.865,5 triliun, jauh dari target awal. Ini tentu berpotensi memengaruhi berbagai program pemerintah yang telah direncanakan.
Tantangan Anggaran dan Kebijakan Fiskal di Era Purbaya
Saat ini, transfer dana negara menghadapi tantangan besar akibat berbagai faktor, termasuk hilangnya beberapa sumber pendapatan. Salah satunya adalah pembatalan pajak pertambahan nilai sebesar Rp71 triliun.
Untuk mengatasi hal ini, Purbaya harus bekerja ekstra agar belanja negara tidak melampaui batas yang telah ditetapkan. Kementerian Keuangan mencatat bahwa belanja negara di APBN 2025 hanya berkurang sedikit dari Rp3.621,3 triliun menjadi Rp3.527,5 triliun.
Akibat dari pengurangan belanja tersebut, defisit anggaran diperkirakan tembus Rp662 triliun, lebih tinggi dari yang direncanakan sebelumnya. Ini menjadi sinyal bahwa pengelolaan anggaran harus lebih efisien dan efektif ke depannya.
Strategi Purbaya Menghadapi Defisit Anggaran
Purbaya juga telah mempersiapkan diri untuk APBN 2026 yang sudah diumumkan Presiden. Dalam pidatonya, Prabowo menargetkan penerimaan sebesar Rp3.147,7 triliun untuk tahun 2026.
Menariknya, meskipun Purbaya harus mengelola anggaran besar, ia memastikan tak akan ada kenaikan tarif atau pajak baru. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Purbaya dalam memastikan program-program prioritas tetap berjalan.
Belum ada instruksi spesifik dari Prabowo mengenai penerimaan negara, dan Purbaya menyatakan keinginannya untuk belajar dari Direktorat Jenderal Pajak. Ia berfokus pada strategi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar pendapatan negara bisa terakumulasi lebih baik.
Upaya Meningkatkan Penerimaan Pajak yang Efektif
Ahli ekonomi dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menekankan bahwa Purbaya harus mengatasi berbagai tantangan yang belum diselesaikan oleh pendahulunya. Salah satunya adalah meningkatkan rasio penerimaan pajak yang saat ini masih rendah.
Rasio pajak Indonesia tercatat stagnan di kisaran 10 persen selama beberapa tahun terakhir. Purbaya perlu merumuskan strategi komprehensif untuk mengatasi masalah ini dengan menggenjot pertumbuhan ekonomi.
Dalam jangka pendek, langkah yang realistis adalah merancang kebijakan yang memadukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Purbaya harus siap dengan rencana untuk meningkatkan rasio pajak dalam waktu dekat jika memungkinkan.
Peluang Penerbitan Utang untuk Pembiayaan
Dari perspektif lain, penerbitan surat utang juga bisa menjadi solusi bagi Purbaya untuk mendapatkan dana tambahan. Namun, penanganan profil risiko utang perlu dilakukan dengan sangat hati-hati.
Mengingat ketidakpastian kondisi ekonomi mendatang, penerbitan utang seharusnya dimanfaatkan untuk sektor-sektor yang memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian. Hal ini sangat penting agar utang yang diambil tidak menjadi beban di masa depan.
Sebagai langkah lanjutan, Purbaya disarankan untuk mempertimbangkan opsi seperti debt swap, yaitu mengonversi utang menjadi program pembangunan yang lebih produktif. Dengan metode ini, pemerintah bisa mendapatkan keuntungan dari utang yang dimiliki.











