Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Mari Elka Pangestu, menyoroti situasi demonstrasi yang terjadi baru-baru ini di Indonesia. Ia menyatakan bahwa unjuk rasa tersebut bukan semata-mata disebabkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, tetapi lebih berkaitan dengan persoalan ekonomi yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Menurut Mari, ada berbagai faktor yang memicu protes tersebut. Kebijakan pemerintah mengenai pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi salah satu isu utama yang membuat masyarakat turun ke jalan.
“Unjuk rasa baru-baru ini adalah hasil dari kondisi ekonomi yang diwariskan dari satu dekade terakhir,” ungkap Mari dalam sebuah acara diskusi. Hal ini menunjukkan keterkaitan antara kondisi yang dialami masyarakat dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Analisa Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yang Memprihatinkan
Mari Elka Pangestu mengemukakan kekhawatiran mengenai kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia. Walau tingkat pertumbuhan dapat bertahan di angka 5 persen, ia mempertanyakan sejauh mana pertumbuhan tersebut berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja yang berkualitas.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa meskipun terdapat pertumbuhan, dampaknya terhadap masyarakat belum terlihat secara signifikan. Ini mengindikasikan adanya ketidaksesuaian antara data ekonomi dan kenyataan di lapangan.
Kemunduran ekonomi pasca-pandemi Covid-19 pun tak kalah menjadi sorotan Mari. Ia mencatat bahwa PDB Indonesia kini berada 8,6 persen di bawah proyeksi sebelum pandemi, yang berpotensi berdampak pada dunia kerja.
Paradoks Ekonomi Indonesia yang Memicu Protes Masyarakat
Pernyataan Mari mengenai ‘Indonesia’s Paradox’ menyoroti suatu keadaan di mana meskipun terdapat angka yang menjanjikan dalam statistik ekonomi, masyarakat justru merasa tidak puas. Hal ini sangat mirip dengan fenomena yang terjadi di Chili.
Ia menyebutkan, meski ada stabilitas dalam data ekonomi, permasalahan nyata di masyarakat tetap ada. Jutaan orang Indonesia kini merasa terjepit di sektor ekonomi yang tidak memberikan gaji layak.
Lapangan kerja yang dihasilkan sebagian besar berasal dari sektor-sektor yang bergaji rendah, seperti pertanian dan ritel. Mari mencatat bahwa 82 persen lapangan kerja baru berada di sektor-sektor ini, yang sering kali tidak memperbaiki taraf hidup masyarakat.
Dampak PHK yang Meningkat dan Resiko Sosial
Salah satu dampak nyata yang dihadapi masyarakat adalah peningkatan jumlah pemutusan hubungan kerja. Mari menjelaskan bahwa banyak orang kehilangan pekerjaan dan sulit menemukan yang baru. Kalimatnya menunjukkan betapa parahnya situasi ini, “Setiap ada lowongan pekerjaan, ribuan orang melamar, menciptakan kompetisi yang sangat tidak sehat.”
Realita ini membawa kekecewaan dan kemarahan di kalangan masyarakat, yang akhirnya berujung pada unjuk rasa. Demonstrasi yang terjadi di akhir Agustus menunjukkan seberapa dalam frustrasi ini.
Rakyat Indonesia merasa bahwa situasi harus diubah, terutama dalam hal gaji dan tunjangan anggota DPR. Mereka menuntut perubahan yang layak dan adil untuk semua golongan.










