Pemerintah China baru-baru ini mengambil langkah signifikan dengan melarang perusahaan-perusahaan teknologi di negaranya untuk membeli chip dari Nvidia, raksasa semikonduktor asal Amerika Serikat. Kebijakan ini muncul sebagai respons terhadap ketegangan perdagangan yang meningkat antara China dan Amerika, sekaligus menunjukkan sikap tegas Beijing terhadap kontrol teknologi global yang dilakukan oleh Washington.
Larangan ini dianalisis sebagai sinyal bahwa China tidak akan dengan mudah mengikuti skema ekspor yang disusun oleh pemerintah AS. Dalam konteks ini, perusahaan-perusahaan seperti ByteDance dan Alibaba menjadi sasaran utama dari kebijakan yang tak terduga ini.
Sebagai latar belakang, pengumuman pelarangan tersebut menyusul hasil penyelidikan yang menunjukkan dugaan pelanggaran hukum anti-monopoli oleh Nvidia. Regulator di China menganggap perusahaan tersebut telah melanggar syarat yang ditetapkan saat mengakuisisi Mellanox Technologies, sebuah perusahaan desain chip asal Israel yang diambil alih Nvidia pada tahun 2020.
Penyebab Larangan Pembelian Chip dari Nvidia oleh China
Penyelidikan ini mulanya diluncurkan pada bulan Desember tahun lalu, dan kini berlanjut dengan pemerintah China yang menegaskan akan mengusut lebih lanjut praktik bisnis Nvidia sepenuhnya. Situasi ini berlanjut di tengah pembicaraan perdagangan yang tengah berlangsung antara diplomat AS dan China, yang berlangsung di Madrid, Spanyol.
Meski kedua belah pihak mengklaim bahwa pertemuan tersebut berlangsung baik, ketegangan antara kedua negara masih terus berlanjut. Misalnya, pada hari Jumat lalu, Departemen Perdagangan AS memasukkan dua perusahaan chip asal China ke dalam daftar hitam perdagangan, sehingga melarang akses mereka terhadap teknologi semikonduktor asal Amerika.
Sebagai bentuk balasan, China menunjukkan sikap yang lebih agresif dengan menargetkan Nvidia, yang dikenal sebagai salah satu perusahaan paling berharga di bursa saham AS. Keputusan ini muncul tidak hanya sebagai respons perdagangan, tetapi juga dalam konteks perlindungan keamanan nasional.
Potensi Risiko Keamanan dan Strategi Kemandirian Teknologi
Chip AI yang dikhususkan untuk pasar China, bernama H20, menjadi salah satu aspek yang mendorong larangan ini. Meskipun pemerintah AS memberikan izin untuk ekspor chip tersebut ke China melalui kesepakatan lisensi khusus, otoritas China khawatir akan keamanan yang ditimbulkan oleh chip tersebut.
Chip H20 diduga digunakan untuk mengembangkan DeepSeek, salah satu model AI canggih yang menjadi sorotan dunia teknologi. Munculnya hasil model ini menimbulkan kecemasan di kalangan analis Barat, yang beranggapan bahwa kemajuan teknologi AI di China mungkin lebih maju dari yang diperkirakan.
Media pemerintah China juga menyatakan bahwa chip H20 berpotensi menimbulkan risiko bagi keamanan nasional, meskipun tidak ada penegasan resmi yang menyebutkan chip tersebut secara eksplisit. Langkah Beijing dalam melarang pembelian chip dari Nvidia menunjukkan bahwa ada aspek yang lebih besar di balik keputusan tersebut.
Pendidikan dan Pengembangan Teknologi di China
Melalui larangan ini, China tidak hanya ingin menegakan hukum anti-monopoli, tetapi juga berupaya untuk memperkuat kemandirian teknologi. Dengan pasar chip AI yang semakin penting, baik China maupun AS menyadari bahwa dominasi dalam arah teknologi ini berhubungan erat dengan kekuatan ekonomi dan militer masing-masing negara.
Meskipun saat ini teknologi semikonduktor di China masih tertinggal, pemerintah China terus menginvestasikan sumber daya dalam bentuk dana dan kebijakan untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Larangan pembelian chip dari Nvidia bisa menjadi langkah strategis untuk memaksa perusahaan-perusahaan domestik mempercepat pengembangan teknologi mereka sendiri.
Tujuan akhir dari kebijakan ini adalah menolak ketergantungan pada produk teknologi dari Amerika Serikat. Di tengah hiruk-pikir ini, penjualan chip AI menyumbang 13 persen dari total pendapatan Nvidia pada tahun 2024, yang menjadikan China sebagai salah satu pasar terbesar bagi produk tersebut.
Reaksi dan Harapan CEO Nvidia Jensen Huang
CEO Nvidia, Jensen Huang, menyatakan kekecewaannya yang mendalam atas kebijakan China yang melarang perusahaan-perusahaan teknologi untuk membeli chip dari mereka. Ia menekankan bahwa Nvidia telah berkontribusi signifikan terhadap pasar di China dan sangat menghargai hubungan yang dibangun dengan negara tersebut.
“Kami berkomitmen untuk mendukung pemerintah dan perusahaan-perusahaan China sesuai kebutuhan mereka,” ungkap Huang, yang memiliki kekayaan bersih mencapai USD 154,3 miliar. Ia mengungkapkan keprihatinan dan kekecewaannya terhadap situasi yang terjadi.
Huang mengakui adanya agenda yang lebih luas yang harus diselesaikan antara China dan Amerika Serikat, dan memahami bahwa situasi ini tidak sederhana. Meski demikian, dampak dari larangan ini jelas terasa, baik secara strategis maupun finansial bagi perusahaan teknologi seperti Nvidia.
Langkah yang diambil oleh China ini menciptakan dinamika baru dalam hubungan perdagangan dan teknologi antara dua negara besar. Dengan meningkatnya ketegangan, semua pihak mungkin harus memikirkan kembali strategi mereka dalam menghadapi tantangan di masa depan, terutama di sektor-sektor yang sangat penting seperti teknologi dan keamanan nasional.











