Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian baru-baru ini mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai angka 5,12 persen pada kuartal II-2025. Angka ini muncul di tengah tantangan yang dihadapi, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) yang marak terjadi di berbagai sektor.
Sekretaris Menko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menegaskan bahwa perhitungan pertumbuhan ekonomi dilakukan berdasarkan metodologi yang resmi dan menyeluruh. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua kondisi di lapangan bisa langsung diterjemahkan ke dalam angka pertumbuhan.
“Menghitung ekonomi itu ada metodologinya, dan semua data telah dikumpulkan,” ujarnya, menekankan pentingnya data yang akurat untuk analisis pertumbuhan. Penjelasannya mengisyaratkan bahwa angka konsumsi dan investasi memiliki latar belakang yang signifikan.
Pertumbuhan Ekonomi dan Data Pendukung yang Relevan
Susiwijono menguraikan bahwa tingginya pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebesar 6,99 persen menjadi salah satu faktor pendorong. Lonjakan ini sebagian besar disebabkan oleh investasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang mengalami pertumbuhan double digit.
Peningkatan impor barang modal dan belanja pemerintah juga turut memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Ini menjadi sinyal positif di tengah tantangan yang ada, meskipun dampak PHK masih terasa di sektor-sektor tertentu.
Pemerintah berjanji untuk menjaga kinerja di kuartal III dan IV guna mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun 2025 sebesar 5,2 persen. Kepastian ini menjadi harapan bagi masyarakat dan pelaku ekonomi agar situasi membaik di sisa tahun ini.
Strategi Pemerintah dalam Menghadapi Tantangan Ekonomi
Pemerintah telah menyusun berbagai strategi untuk mendorong pertumbuhan di tengah tantangan yang ada. Salah satu pendekatan yang diambil adalah dengan memfokuskan pada konsumsi rumah tangga yang menyumbang sekitar 54-55 persen dari perekonomian.
Setiap kuartal, pemerintah melaksanakan program stimulus ekonomi baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Di sisi permintaan, upaya menjaga daya beli masyarakat dilakukan melalui sejumlah kebijakan.
Beberapa inisiatif seperti penyaluran bantuan sosial (bansos) dan pembayaran tunjangan menjadi bagian penting dari rencana tersebut. Program-program seperti ini diharapkan bisa meningkatkan daya beli masyarakat dan mengurangi dampak negatif dari PHK.
Penyediaan Bantuan dan Penurunan Biaya Hidup
Pada sisi penawaran, pemerintah berupaya menekan biaya melalui berbagai diskon, termasuk untuk tiket transportasi dan layanan publik lainnya. Ini sangat perlu agar harga barang dan jasa tetap terjangkau bagi masyarakat.
Pemerintah juga mendorong penyelenggaraan event dan liburan, yang dapat merangsang belanja masyarakat. Kegiatan ini terbukti mampu meningkatkan mobilitas dan konsumsi masyarakat di kuartal sebelumnya.
Sisi-sisi tersebut tidak hanya memperlihatkan upaya pemerintah dalam meningkatkan daya beli, tetapi juga berfokus pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan meskipun ada tantangan seperti PHK yang berlangsung.
Data Pertumbuhan dan Tantangan di Lapangan
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2025 didukung oleh konsumsi rumah tangga, investasi, serta ekspor-impor. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada risiko, ada juga fondasi yang kuat untuk pertumbuhan yang berkelanjutan.
Namun, gelombang PHK yang tercatat oleh serikat buruh menjadi catatan tersendiri. Hingga Juni 2025, lebih dari 54.000 pekerja mengalami PHK dari sektor-sektor yang beragam di seluruh Indonesia.
Oleh karena itu, pemerintahan yang sedang berjalan diharapkan mampu beradaptasi dan memberikan solusi yang tepat, seiring dengan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Upaya ini krusial untuk menjaga stabilitas perekonomian di masa depan.










