Menteri Keuangan Indonesia menyampaikan bahwa fokus utama ke depan adalah mencari sumber utang dalam negeri untuk menutupi defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2026 yang diperkirakan mencapai Rp638,8 triliun. Ini menjadi langkah strategis untuk menjaga defisit APBN dengan mempertimbangkan keamanan sumber utang yang lebih terjamin.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemilihan utang dalam negeri merupakan langkah yang diambil guna memastikan stabilitas kondisi finansial negara. Hal ini juga bertujuan untuk meminimalkan risiko yang dapat muncul dari utang luar negeri.
“Kita akan memanfaatkan terutama sumber utang dalam negeri untuk menjaga keamanan,” ungkap Sri Mulyani pada Konferensi Pers RAPBN 2026, menunjukkan komitmennya terhadap pengelolaan keuangan negara yang lebih hati-hati.
Strategi Pembiayaan APBN 2026 dan Perbandingan dengan Tahun Sebelumnya
Pembiayaan utang pada APBN 2026 tercatat sebesar Rp781,9 triliun, mengalami peningkatan dibandingkan dengan angka pada APBN 2025 yang mencapai Rp775,9 triliun. Peningkatan ini menunjukkan adanya kebutuhan lebih besar untuk menutup defisit, meski demikian, rasio utang tetap terjaga.
Dalam konteks ini, Sri Mulyani menegaskan bahwa rasio utang Indonesia tidak mengalami perubahan signifikan selama tiga tahun terakhir, tetap berada pada angka 39,96 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Stabilitas ini menjadi bukti pengelolaan utang yang hati-hati dan bertanggung jawab.
Dua strategi alternatif lainnya juga diperkenalkan untuk menutup defisit APBN tahun 2026. Kementerian Keuangan akan mengembangkan pembiayaan yang inovatif serta aktif dalam pengelolaan portofolio utang untuk memastikan efektivitas penggunaan dana.
Menggunakan Sisa Anggaran Lebih Sebagai Alat Finansial
Sri Mulyani menambahkan bahwa sisa anggaran lebih (SAL) akan digunakan dalam pelaksanaan APBN tahun depan. Penggunaan SAL dianggap sebagai mekanisme penting untuk mencapai buffer fiskal yang cukup, terutama saat pasar mengalami gejolak.
“SAL sebagai suatu kendaraan untuk mencapai buffer fiskal, terutama ketika pasar menghadapi ketidakpastian yang berada di luar kontrol kita,” tuturnya. Penjelasan ini menyoroti pentingnya memanfaatkan sumber daya yang ada secara efisien.
Dengan strategi ini, Kementerian Keuangan berharap dapat meningkatkan akses pembiayaan investasi serta memperdalam pasar keuangan dalam instrumen obligasi. Ini diharapkan dapat mendorong pembiayaan inovatif yang lebih berkelanjutan.
Defisit APBN 2026 dan Perkembangannya dibandingkan dengan 2025
Menjelang APBN 2026, target defisit yang ditetapkan lebih besar dibandingkan dengan APBN sebelumnya yang memiliki target defisit Rp616,2 triliun atau 2,53 persen dari PDB. Meskipun demikian, target ini masih lebih rendah daripada revisi outlook untuk APBN 2025 dengan defisit sebesar 2,78 persen atau setara Rp662 triliun.
“APBN 2026 akan mengalami defisit sebesar 2,48 persen dari GDP,” ucapnya. Hal ini menjadi pertanda adanya penurunan defisit jika dibandingkan dengan previsi APBN 2025 yang mengalami pelebaran signifikan.
Jumlah defisit yang diproyeksikan akan memberikan ruang bagi perencanaan fiskal yang lebih baik dan terstruktur. Langkah ini penting untuk mengoptimalkan pengelolaan anggaran demi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.











