Perusahaan PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) telah mengambil langkah drastis dengan menutup 19 gerai dan memutuskan hubungan kerja dengan sekitar 400 karyawannya menjelang akhir September 2025. Keputusan ini menandai salah satu fase sulit bagi perusahaan yang telah beroperasi dalam industri restoran cepat saji di tanah air.
Wakil Direktur Fast Food, Wahyudi Martono, menjelaskan bahwa penutupan gerai ini didorong oleh habisnya masa sewa dan belum pulihnya kondisi pasar pasca-pandemi yang dimulai pada tahun 2020. Keputusan ini bukan tanpa alasan, melainkan suatu langkah strategis yang diambil untuk beradaptasi dengan keadaan bisnis.
“Kami telah menutup 19 gerai per bulan September 2025 dan dampaknya pada PHK sekitar 400 karyawan,” ujar Wahyudi dalam acara Public Expose. Langkah ini menjadi refleksi dari tantangan yang dihadapi dalam menjangkau konsumen yang semakin beralih ke cara pembelian yang lebih efisien.
Alasan Penutupan Gerai dan Dampaknya Pada Karyawan
Wahyudi menekankan bahwa penutupan gerai tersebut disebabkan oleh habisnya masa sewa yang tidak lagi memungkinkan untuk diperpanjang. Ini diperparah lagi dengan kondisi pasar yang belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
Namun, ia juga menyatakan bahwa langkah ini tidak bersifat permanen dan ada beberapa gerai yang akan direlokasi ke lokasi dengan potensi pasar yang lebih baik. Ini diharapkan bisa meningkatkan aktivitas transaksi dan mengoptimalkan posisi perusahaan di pasar.
“Kami terus mencari lokasi baru yang lebih strategis,” kata Wahyudi. Pengalihan lokasi ini diharapkan dapat menghidupkan kembali penjualan yang tergerus selama masa sulit sebelumnya.
Analisis Keuangan Terbaru Perusahaan Fast Food Indonesia
Walau terdapat langkah-langkah penyusutan, emiten berkode FAST masih mengalami kerugian pada paruh pertama tahun 2025. Dalam laporannya, perusahaan tercatat mengalamai rugi bersih sebesar Rp138,75 miliar, angka yang menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pendapatan yang dicatat juga mengalami penurunan, dengan total Rp 2,40 triliun di semester I 2025. Ini menandakan penurunan sekitar 3,12 persen dari pendapatan pada tahun lalu.
Meskipun ada penurunan pendapatan, ada kenaikan pada laba bruto, yang mencapai Rp1,44 triliun pada paruh pertama 2025. Ini menunjukkan bahwa meskipun pemasaran mengalami tekanan, pihak perusahaan masih berhasil mempertahankan profitabilitas di sektor tertentu.
Reaksi Pasar terhadap Langkah Perusahaan Fast Food
Pemutusan hubungan kerja dan penutupan gerai sering kali membawa reaksi yang campur aduk dari berbagai kalangan, termasuk konsumen dan analis pasar. Banyak yang mempertanyakan strategi jangka panjang perusahaan dalam mempertahankan keberlanjutan bisnis.
Namun, langkah adaptasi seperti relokasi gerai diharapkan bisa membawa hasil yang lebih baik di kemudian hari. Kinerja perusahaan di pasar juga akan bergantung pada bagaimana mereka menangani transisi ini.
Persaingan di sektor makanan cepat saji di Indonesia sangat ketat, dengan berbagai merek yang terus berinovasi dan memperbaiki layanan mereka. Oleh karena itu, strategi yang tepat akan menjadi kunci kesuksesan perusahaan di masa depan.
Masa Depan Fast Food Indonesia di Pasar yang Berubah
Keputusan yang diambil oleh PT Fast Food Indonesia dalam menutup gerai bisa jadi merupakan sinyal yang menunjukkan pentingnya inovasi dan penyesuaian cepat terhadap kondisi pasar. Untuk bertahan, perusahaan harus mampu merespons dengan cepat terhadap perubahan perilaku konsumen yang semakin dinamis.
Selama beberapa bulan ke depan, pengelolaan lokasi baru dan pemulihan dalam operasional akan menjadi fokus utama. Jika berhasil, langkah-langkah tersebut bisa memulihkan posisi perusahaan di pasar.
Oleh karena itu, meski saat ini berada dalam masa sulit, semua tindakan yang diambil bisa menjadi pendorong untuk kembali tumbuh lebih kuat. Sukses akan tergantung pada konsistensi dan ketepatan strategi yang dijalankan.











