Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, dengan tegas membantah tudingan yang menyatakan bahwa lembaganya merekayasa data pertumbuhan ekonomi untuk kuartal II 2025. Winny, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) dilakukan dengan mengikuti standar internasional dan diawasi oleh berbagai pihak, termasuk memiliki mekanisme pengendalian kualitas yang ketat.
Dalam penjelasannya, Winny menjabarkan bahwa PDB hanya merupakan salah satu dari ribuan statistik yang dihasilkan oleh BPS melalui ratusan survei di berbagai bidang, termasuk sosial, ekonomi, dan produksi. Setiap angka yang diterbitkan, kata Winny, adalah hasil dari proses yang telah teruji dan terjamin kualitasnya.
“Kami berkomitmen untuk menjaga kualitas data yang dihasilkan, dan setiap statistik yang kami publikasikan memiliki nilai validasi yang tinggi,” ujarnya saat mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi X DPR RI.
Metodologi Penghitungan PDB yang Berstandar Internasional
Winny menjelaskan bahwa metodologi penghitungan PDB berdasarkan panduan resmi yang dikeluarkan oleh Komisi Statistik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga internasional lainnya. BPS menggunakan System of National Accounts (SNA) sebagai acuan utama dalam perhitungan PDB di Indonesia.
Selain itu, untuk mengukur inflasi, BPS merujuk pada Consumer Price Index Manual yang turut berlandaskan pada standar internasional. Winny menegaskan bahwa metodologi ini sesuai dengan praktik terbaik yang diterima secara global dalam pengelolaan data statistik.
Pengakuan internasional terhadap BPS semakin menguat setelah lembaga ini ditunjuk oleh PBB sebagai UN Regional Hub on Big Data and Data Science for Asia and Pacific. Ini adalah pencapaian yang menunjukkan kredibilitas BPS dalam pengelolaan dan analisis data statistik.
Perbedaan Data dan Dugaan Manipulasi
Sejumlah anggota DPR mengungkapkan kekhawatiran terkait perbedaan besar antara angka pertumbuhan ekonomi BPS dan proyeksi dari ekonom serta lembaga keuangan lainnya. BPS mencatat pertumbuhan sebesar 5,12 persen tahun ini, sedangkan proyeksi ekonom berkisar antara 4,6 hingga 4,9 persen.
Winny menjelaskan bahwa perbedaan tersebut adalah hal yang wajar mengingat setiap lembaga memiliki model dan asumsi yang berbeda dalam perhitungan. Dia meminta agar publik tidak terburu-buru menyimpulkan adanya manipulasi data hanya karena angka yang disajikan berbeda.
Selain PDB, isu garis kemiskinan juga menjadi perhatian. Menurut Winny, tuduhan bahwa BPS menurunkan garis kemiskinan demi memperbaiki angka tidaklah benar. Ia menekankan pentingnya pemahaman yang benar terhadap statistik untuk menghindari kesalahpahaman di masyarakat.
Pentingnya Pemahaman Garis Kemiskinan yang Tepat
Garis kemiskinan nasional per Maret 2025 ditetapkan sebesar Rp609.160 per orang per bulan, yang mengalami kenaikan dibandingkan periode sebelumnya. Namun, Winny menggarisbawahi bahwa data pengukuran harus dilihat dari perspektif rumah tangga, dengan pengeluaran minimum Rp2,87 juta agar dianggap lepas dari garis kemiskinan.
Dia menambahkan bahwa berada sedikit di atas garis kemiskinan tidak otomatis membuat warga tersebut kaya. Ada berbagai lapisan ekonomi yang harus dipahami oleh masyarakat untuk menghindari misinterpretasi yang dapat menyesatkan.
Oleh karena itu, Winny mengajak publik untuk meningkatkan literasi statistik, agar setiap orang dapat membaca dan memahami data dengan tepat tanpa terjebak pada kesimpulan yang keliru.
Statistik Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial di Indonesia
Menurut data yang dipublikasikan BPS, jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang, yang setara dengan 8,47 persen dari total populasi. Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan dengan September 2024, yang merupakan perkembangan positif dalam pengentasan kemiskinan.
Akan tetapi, kesenjangan sosial masih menjadi isu nyata, terutama antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Tingkat kemiskinan di desa mencapai 11,03 persen, sedangkan di kota hanya 6,73 persen, mencerminkan ketimpangan yang masih ada.
Dengan tantangan yang dihadapi, Winny menegaskan bahwa fokus utama BPS adalah menjamin akurasi dan transparansi dalam pengelolaan data. Hanya dengan begitu, langkah-langkah yang diambil untuk mengentaskan kemiskinan bisa lebih efektif dan tepat sasaran.










