Siapa yang tidak mengenal Indofood? Hampir setiap masyarakat Indonesia pernah mencicipi produk dari konglomerasi besar yang menjadi tumpuan keluarga Salim. Dalam perjalanan bisnisnya yang panjang dan berliku, Salim Group tidak hanya dikenal karena kesuksesannya, tetapi juga karena pernah mengalami kejatuhan yang mengkhawatirkan.
Di balik kisah sukses ini, kita akan menemukan karakter pendiri, Sudono Salim, dan bagaimana hubungan eratnya dengan kekuasaan pada masa lalu berdampak terhadap nasib perusahaan. Melalui ulasan ini, kita akan menyusuri jejak bisnis Salim yang terkenal semasa Orde Baru dan bagaimana ia mampu bangkit meski sempat terpuruk.
Kisah ini penting untuk dipahami, mengingat Salim Group kini memasuki generasi ketiga kepemimpinan. Namun, perjalanan mereka tidak selalu mulus; ada pencapaian yang dibangun bertahun-tahun, tapi juga ada kehancuran yang cepat dan menyakitkan.
Kedekatan dengan Kekuasaan dan Awal Mula Kerajaan Bisnis
Dalam sejarahnya, Sudono Salim dikenal karena kedekatannya dengan mantan Presiden Soeharto. Semasa awal kariernya sebagai pengusaha, Salim berperan penting dalam pemasokan logistik untuk kebutuhan tentara setelah Indonesia merdeka. Jaringan bisnisnya yang luas membuat Soeharto memilih untuk bekerja sama dengannya.
Melalui hubungan yang dibangun dengan perantara, Salim dan Soeharto bertemu, dan kesempatan ini menjadi titik awal kesuksesannya. Bekal dari pengalaman ini, Salim pun mulai merintis berbagai usaha yang akhirnya berkembang menjadi konglomerasi besar.
Sejarawan menyebutkan bahwa dalam kurun tiga dekade, Liem Sioe Liong dan Soeharto terlibat dalam hubungan mutualisme yang menguntungkan dua belah pihak. Melalui dukungan politik, Soeharto memastikan bahwa bisnis Salim bisa tumbuh pesat, dan sebagai timbal balik, Salim mendukung rezim dengan dana yang dibutuhkan.
Keruntuhan yang Mengubah Segalanya
Namun, dalam sekejap, semua itu berubah. Pada Mei 1998, situasi politik dan ekonomi di Indonesia memuncak dengan terjadinya krisis yang membuat segalanya rontok. Salim Group, yang dibangun di atas hubungan itu, menjadi korbannya. Nasabah bank mulai menarik dana secara masif, termasuk di Bank Central Asia (BCA).
BCA tidak hanya kehilangan kepercayaan masyarakat, tetapi juga menghadapi ancaman kebangkrutan. Melalui penarikan masif ini, salah satu bank terkemuka di Indonesia kehilangan ratusan pelanggan dalam waktu singkat. Itu adalah awal dari kehancuran yang lebih besar.
Puncaknya terjadi saat kerusuhan pada 13 Mei 1998, yang menyasar bisnis Salim. Anti-Soeharto menjadi gerakan besar, dan karena kedekatannya dengan Soeharto, Salim menjadi sasaran amarah masyarakat. Jakarta dilanda kerusuhan yang menargetkan properti milik orang Tionghoa, termasuk bisnis Salim.
Kerusuhan yang Menghancurkan
Kerusuhan tersebut dengan cepat berubah menjadi tindakan vandalisme yang menyasar bangsa Tionghoa. Salim menjadi simbol dari kekayaan yang terhubung dengan kekuasaan, yang membuatnya menjadi target empuk. Perusahaan-perusahaan di bawah payung Salim Group, seperti BCA dan Indofood, menjadi sasaran utama.
Eskalasi kerusuhan ini menyebabkan banyak perusahaan miliknya rusak, dengan pabrik-pabrik yang dibakar dan dirusak. Dalam beberapa jam, kerugian yang diderita perusahaan mencapai miliaran rupiah. Sementara itu, Anthony Salim, putra Sudono, berupaya melindungi apa yang tersisa dari kerajaan bisnisnya.
Merasa terancam, Anthony memutuskan untuk meninggalkan kediamannya dan mencari perlindungan. Keputusan ini mengubah arah hidupnya dan menandai titik puncak dari keruntuhan kerajaan bisnis keluarga Salim.
Bangkit dari Keterpurukan
Setelah kerusuhan dan pengunduran diri Soeharto, kondisi BCA semakin parah, membuatnya terpaksa diambil alih pemerintah. Salim Group harus berjuang untuk bertahan di tengah kehancuran yang melanda. Namun, dengan strateginya yang cermat, mereka berhasil memfokuskan kembali sumber daya pada Indofood, yang masih memiliki potensi untuk tumbuh.
Setelah melalui berbagai kesulitan, Salim Group perlahan mulai bangkit. Dalam waktu dua puluh lima tahun, bisnis keluarga ini mulai kembali bersinar. Tidak hanya di sektor makanan, tetapi juga merambah ke berbagai lini usaha seperti migas, konstruksi, dan perbankan.
Kini, setelah peristiwa memilukan itu, kekayaan keluarga Salim kembali meningkat. Dengan total kekayaan yang mengagumkan, mereka berhasil menempatkan diri di urutan yang cukup tinggi dalam daftar orang terkaya di dunia. Ini adalah bukti bahwa meski terjatuh, semangat dan ketahanan dalam bisnis bisa mengantarkan mereka pada kesuksesan yang lebih besar.










