Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah berupaya menggali potensi besar yang terdapat di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui kebijakan hapus tagih dan hapus buku untuk kredit macet. Meskipun pada awalnya targetnya lebih dari satu juta pelaku UMKM, realisasi kebijakan ini justru mencapai sekitar 20 ribu pelaku saja, membawa nilai nominal yang jauh dari harapan. Kebijakan tersebut diharapkan mampu merampingkan penyelesaian masalah kredit macet, tetapi kenyataannya, hasilnya belum membuahkan hasil yang signifikan.
Kebijakan yang telah dijalankan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 ini tidak hanya terbatas pada satu sektor, tetapi mencakup berbagai bidang, termasuk pertanian, perkebunan, peternakan, dan sektor kelautan. Namun, sayangnya, masa berlaku kebijakan ini sangat singkat, hanya enam bulan dan berakhir pada Mei lalu. Dalam konteks ini, pihak OJK merasa perlu untuk memperbaharui kebijakan tersebut agar lebih efektif dan dapat berdampak lebih luas.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menjelaskan bahwa mereka berharap pembaharuan kebijakan ini dapat meningkatkan kualitas kredit UMKM. Dia menekankan pentingnya peran PP ini untuk memperkuat struktur dan pelaksanaan kebijakan dalam menciptakan ekosistem yang sehat bagi UMKM. Dengan langkah ini, diharapkan akan muncul lebih banyak pelaku UMKM yang bisa mendapatkan akses kredit yang lebih baik.
Realitas Kebijakan Penghapusan Kredit Macet di UMKM
Mahendra menekankan bahwa untuk mencapai tujuan yang bermanfaat bagi sektor UMKM, perlu ada dukungan dari berbagai pihak, termasuk Bank Pembangunan Daerah (BPD). Ia menyebut bahwa BPD saat ini tidak mendapatkan fasilitas dalam kebijakan hapus tagih ini, sehingga perlu diperhatikan dalam revisi kebijakan mendatang. Ini menunjukkan pentingnya inklusivitas dalam setiap kebijakan yang ditetapkan agar semua pihak bisa berkontribusi dalam pemulihan UMKM.
Beliau juga menyadari bahwa kebijakan ini sangat penting dalam menjaga stabilitas kredit di sistem perbankan. Tanpa langkah yang jelas dan efektif, pelaku UMKM bisa terjebak dalam lingkaran utang yang semakin memperburuk kondisi keuangan mereka. Oleh karena itu, pembaharuan kebijakan harus dilakukan dengan tetap memperhatikan keberlanjutan penyaluran pembiayaan kepada UMKM.
Mahendra menambahkan, diskusi telah dilakukan dengan berbagai kementerian terkait untuk memperkuat aturan ini. Ia berharap, proses penyelesaian masalah kredit macet dapat dilakukan dengan lebih cepat dan efisien melalui kebijakan yang lebih inklusif. Upaya ini diharapkan dapat mempercepat akses kredit bagi pelaku UMKM yang membutuhkan.
Peran OJK dalam Memperbaiki Ekosistem Kredit UMKM
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, melaporkan bahwa pertumbuhan kredit UMKM masih dalam kondisi yang kurang menggembirakan, hanya naik 0,23% pada September 2025. Dalam konteks yang lebih luas, pertumbuhan kredit perbankan secara keseluruhan mengalami kenaikan yang jauh lebih signifikan, yaitu mencapai 7,70%. Ini menunjukkan adanya kesenjangan yang perlu diperbaiki dalam penyaluran kredit, khususnya pada segmen UMKM.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh sektor UMKM adalah tingginya risiko yang melekat pada pinjaman yang diberikan. Para pelaku UMKM biasanya memiliki akses yang terbatas terhadap informasi dan dukungan finansial, sehingga meningkatkan risiko default. Dengan demikian, perlu ada pendekatan yang lebih strategis untuk menangani tantangan ini agar sektor UMKM bisa tumbuh dengan berkelanjutan.
Untuk meminimalisir risiko tersebut, OJK telah berupaya untuk mendorong bank-bank pemerintah agar lebih proaktif dalam menyalurkan kredit kepada sektor UMKM. Pendekatan ini dilakukan dengan memberikan kebijakan yang mendorong inovasi dalam produk kredit yang sesuai dengan kebutuhan pelaku UMKM. Dengan demikian, diharapkan aksesibilitas kredit akan meningkat, dan kualitas kredit pun bisa terjaga.
Strategi Ke Depan untuk UMKM dan Kredit yang Berkelanjutan
Keberhasilan kebijakan hapus tagih dan hapus buku sangat bergantung pada kerjasama antara OJK, kementerian terkait, dan lembaga perbankan. Ini memerlukan upaya bersama untuk menyusun kerangka kerja yang sistematis dan terpadu dalam menghadapi berbagai kendala yang ada. Dalam kebijakan mendatang, penting untuk melibatkan semua pihak yang berkepentingan agar solusi yang dihasilkan lebih efektif.
Selain itu, penting bagi pemerintah untuk terus memantau dan mengevaluasi implementasi kebijakan yang ada. Dengan adanya mekanisme feedback yang baik, pihak OJK dapat melakukan penyesuaian yang diperlukan sesuai dengan perkembangan di lapangan, sehingga setiap kebijakan dapat berjalan secara optimal.
Dalam konteks yang lebih luas, peningkatan literasi keuangan di kalangan pelaku UMKM juga menjadi salah satu kunci sukses. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai pengelolaan keuangan, risiko, dan produk kredit, pelaku UMKM dapat lebih siap dalam menghadapi kondisi yang ada. Oleh karena itu, program pendidikan dan pelatihan juga perlu digalakkan untuk mendukung pengembangan kapasitas pelaku UMKM.











