Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengkonfirmasi bahwa peta jalan dan regulasi terkait kecerdasan buatan (AI) akan segera dirilis pada bulan September mendatang. Ia berharap proses penyelesaian aturan tersebut dapat mengikuti timeline yang telah ditetapkan, yaitu pada akhir September tahun ini.
Nezar menambahkan bahwa pihaknya telah menyusun draft peta jalan serta Peraturan Presiden (Perpres) tentang AI. Proses penyusunan tersebut melibatkan berbagai stakeholder melalui serangkaian diskusi konstruktif.
Dalam pandangannya, aturan yang dihasilkan seharusnya bisa mewakili kepentingan semua pihak yang terlibat. Selanjutnya, konsultasi publik akan dilakukan untuk memastikan kepentingan masyarakat juga diakomodasi dalam regulasi ini.
Langkah-Langkah Menuju Peta Jalan AI yang Komprehensif
Namun, konsultasi publik ini bukanlah langkah terakhir. Setelah proses tersebut, draf yang telah disusun akan diajukan ke Sekretariat Negara untuk mendapatkan persetujuan lebih lanjut. Nezar menjelaskan bahwa harmonisasi dengan Kementerian Hukum juga akan dilakukan untuk memastikan keselarasan antara aturan yang baru dan yang sudah ada.
Dirjen Ekosistem Digital, Edwin Hidayat Abdullah, menambahkan bahwa rancangan Perpres yang sedang disusun bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan dalam implementasi teknologi AI. Dengan adanya regulasi tersebut, diharapkan masyarakat merasa lebih aman dalam mengadopsi AI untuk berbagai keperluan.
Edwin juga mengungkapkan bahwa konsultasi publik terkait draf tersebut rencananya akan dilakukan secepatnya, dengan harapan dapat mengumpulkan masukan berharga dari publik untuk penyempurnaan regulasi. Hal ini menjadi sangat penting mengingat saat ini Indonesia belum memiliki aturan yang spesifik mengenai AI.
Tantangan dan Isu Legal Terkait Teknologi AI di Indonesia
Saat ini, satu-satunya rujukan mengenai kriteria etika AI adalah Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika mengenai etika kecerdasan buatan. Namun, edaran tersebut bersifat anjuran dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sehingga implementasinya bersifat sukarela.
Kejahatan yang memanfaatkan AI, khususnya dalam bentuk deepfake, semakin marak belakangan ini. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi yang cepat, regulasi untuk menangani masalah tersebut masih sangat minim, sehingga masyarakat merasa tidak terlindungi dari potensi penyalahgunaan.
Dirjen Pengawasan Ruang Digital, Alexander Sabar, menegaskan bahwa undang-undang yang berlaku saat ini tidak secara langsung mengatur teknologi AI. Namun, untuk masalah yang berkaitan dengan penyalahgunaan teknologi ini, seperti deepfake, pihaknya masih menggunakan landasan hukum yang ada, yakni UU Pornografi dan UU ITE.
Potensi Penyalahgunaan Teknologi AI di Era Digital
Deepfake, sebagai salah satu bentuk teknologi AI yang paling kontroversial, menimbulkan banyak permasalahan terutama dalam ranah privasi dan etika. Alexander mengungkapkan bahwa meskipun belum ada regulasi khusus tentang AI, tindakan seperti deepfake bisa ditangani melalui undang-undang yang sudah ada.
“Undang-undang pornografi dan undang-undang ITE saat ini bisa digunakan untuk menangani permasalahan di deepfake, terutama yang berhubungan dengan konten yang tidak pantas,” ujarnya. Dengan demikian, meskipun tidak ada regulasi khusus, ada upaya untuk memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat.
Alex juga menjelaskan bahwa dalam konteks kejahatan siber, ada kategori alat dan target kejahatan. Deepfake bisa dikategorikan sebagai alat untuk menjalankan kejahatan, sehingga muncul kebutuhan mendesak untuk penanganan yang lebih spesifik terhadap isu ini.
Menuju Regulasi yang Lebih Baik dan Responsif
Dengan adanya perkembangan yang pesat di bidang teknologi, sangat penting bagi pemerintah untuk memahami dan mengatur potensi serta risiko yang terkait dengan AI. Regulasi yang baik dapat tidak hanya melindungi masyarakat tetapi juga mendukung inovasi yang berkelanjutan di sektor digital.
Setiap langkah yang diambil harus melibatkan dialog yang konstruktif antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat. Partisipasi publik dalam berjalannya konsultasi ini akan memberikan perspektif yang lebih luas dan mendalam tentang bagaimana AI dapat dimanfaatkan secara positif.
Pada akhirnya, harapan besar diletakkan pada regulasi yang akan dihasilkan untuk menemani perjalanan teknologi AI di Indonesia. Dengan peta jalan yang jelas dan aturan yang komprehensif, negara dapat maju menuju masa depan digital yang lebih aman dan menguntungkan bagi semua pihak.











