Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini memperkenalkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dalam sebuah pidato yang menekankan pentingnya pembangunan manusia. Dalam kerangka ini, pemerintah berkomitmen untuk menyediakan program makan bergizi gratis (MBG) dengan anggaran yang signifikan.
Langkah ini menunjukkan perubahan paradigmatis dalam kebijakan anggaran, berfokus pada peningkatan kualitas hidup masyarakat, khususnya anak-anak. Dengan alokasi anggaran menjelang Rp400 triliun, MBG menjadi sorotan utama dalam RAPBN yang baru dipresentasikan.
Dalam pidatonya, Prabowo menggambarkan alokasi anggaran untuk program tersebut, yang diperkirakan akan mencapai Rp335 triliun tahun depan. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memperbaiki gizi masyarakat di seluruh Indonesia.
Pendidikan dan Anggaran Makan Bergizi Gratis: Keseimbangan yang Rumit
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa dana untuk MBG akan bersumber dari anggaran pendidikan yang sebesar Rp757,8 triliun. Ini mencerminkan bahwa hampir 44 persen dari total alokasi pendidikan akan dialokasikan untuk kebutuhan gizi masyarakat.
MBG tidak hanya mencakup penyediaan makanan, tetapi juga berbagai bentuk bantuan lainnya seperti beasiswa dan program pendidikan. Penugasan ini dianggap sebagai respons terhadap tantangan gizi yang dihadapi anak-anak di Indonesia.
Namun, perubahan alokasi ini menimbulkan kekhawatiran, terutama terkait dengan pengurangan anggaran untuk aspek penting lainnya dalam pendidikan. Hal ini berpotensi menggangu kualitas pengajaran dan infrastruktur pendidikan yang sedang dibutuhkan.
Perbandingan Pendekatan antara Pemerintahan Prabowo dan Jokowi
Analis mengamati bahwa pendekatan Prabowo dalam menyusun anggaran cukup berbeda dari pendahulunya, Jokowi. Selama pemerintahan Jokowi, fokus utama adalah pada pembangunan infrastruktur dan peningkatan fasilitas fisik untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Dengan mengalihkan fokus pada pemberian gizi, Prabowo berupaya untuk merangkul masyarakat dari sudut pandang kesejahteraan sosial. Ini merupakan langkah strategis untuk mengatasi masalah stunting dan kurangnya gizi pada anak-anak.
Alokasi besar untuk MBG menandai perubahan signifikan dalam pelaksanaan program pembangunan manusia. Pemerintah berharap dapat memberikan dampak awal yang terlihat dalam peningkatan taraf hidup masyarakat.
Tantangan dalam Implementasi Program Makan Bergizi Gratis
Meskipun alokasi anggaran untuk MBG sangat menjanjikan, tantangan pelaksanaan tetap ada. Ronny dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution menyebutkan bahwa besarnya anggaran tidak selalu berarti bahwa kualitas layanan akan langsung meningkat.
Risiko penyalahgunaan sekaligus masalah logistik menjadi perhatian utama. Tanpa mekanisme pengawasan yang baik, tujuan gizi bagi anak-anak mungkin tidak tercapai dengan efektif.
Selain itu, penggabungan anggaran MBG dengan pendidikan menimbulkan pertanyaan tentang prioritas pengeluaran. Anggaran untuk kebutuhan pendidikan lain seperti riset dan peningkatan kualitas guru dapat tertekan dalam anggaran yang baru.
Untuk memastikan keberhasilan program ini, penting bagi pemerintah untuk menerapkan pengawasan yang ketat. Jika tidak, ada risiko bahwa alokasi besar untuk gizi tidak akan memberikan hasil yang diharapkan.
Sementara itu, penyusunan program MBG harus diintegrasikan dengan program sosial lainnya untuk mengoptimalkan dampaknya terhadap perekonomian lokal. Pemberian akses yang lebih baik terhadap gizi berkualitas diharapkan dapat memberikan efek berlipat bagi masyarakat dan ekonomi.
Secara keseluruhan, pemenuhan gizi yang lebih baik diharapkan mampu menurunkan angka stunting secara signifikan. Dengan demikian, masyarakat dapat berkontribusi lebih baik terhadap pembangunan nasional yang lebih luas.











