Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional mengumumkan pengambilalihan 100 ribu hektare tanah telantar yang tidak dimanfaatkan oleh pemilik hak. Kebijakan ini menuai protes dari para pemilik tanah yang merasa hak mereka terampas dan tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Nusron Wahid menegaskan bahwa langkah ini merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk mengelola tanah-tanah yang tidak digunakan dengan benar. Sebagian besar tanah yang dianggap telantar ini tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
“Tanah telantar ini sudah hampir 100 ribuan hektare yang telah diamankan oleh negara dan akan terus diproses,” ungkap Nusron dalam sebuah dialog di Jakarta. Proses ini diharapkan memberikan solusi bagi pemanfaatan sumber daya alam yang lebih efektif.
Proses Penertiban Tanah yang Tidak Dimanfaatkan oleh Pemilik
Nusron mengatakan bahwa pemerintah memberikan tenggat waktu hingga 587 hari kepada pemilik hak untuk menunjukkan komitmen mereka dalam mengelola tanah tersebut. Dalam waktu tersebut, pihaknya mengirimkan surat peringatan kepada pemilik tanah yang dianggap tidak dimanfaatkan sesuai dengan peruntukkannya.
Jika pemilik tidak merespons, mereka akan menerima surat peringatan hingga tiga kali. Kebijakan ini diharapkan bisa menjadi insentif bagi para pemilik untuk lebih aktif dalam memanfaatkan tanah mereka.
Kendati demikian, Nusron mengakui mendapatkan protes hampir setiap hari dari pemilik tanah. Mereka merasa keberatan dengan keputusan pemerintah yang dinilai merugikan.
Dinamika Antara Pemilik Tanah dan Pemerintah
Di tengah berbagai protes yang hadir, Nusron menjelaskan bahwa tampaknya tidak semua pemilik niat memanfaatkan tanahnya. “Kalau mereka mengeluh, berarti belum ada itikad baik untuk memaksimalkan potensi tanah yang dimiliki,” ujarnya.
Politikus ini menegaskan bahwa secara hukum, tanah-tanah yang ditetapkan sebagai telantar akan dimanfaatkan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan individu. Setiap orang hanya memiliki hak untuk menguasai tanah, bukan hak kepemilikan secara mutlak.
Dengan demikian, negara berhak untuk mengatur dan mengelola tanah yang dianggap tidak produktif demi kepentingan yang lebih luas. Hal ini menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam mengoptimalkan penggunaan lahan di seluruh Indonesia.
Tanah Telantar Sebagai Sumber Tanah Cadangan untuk Negara
Tanah-tanah yang berhasil diidentifikasi sebagai telantar akan disimpan di Bank Tanah untuk digunakan sebagai cadangan. Ini penting untuk mempersiapkan tanah-tanah tersebut untuk reforma agraria yang mendesak saat ini.
Direktur Jenderal Tata Ruang di Kementerian ATR/BPN juga mengkonfirmasi bahwa pemerintah menerima banyak keluhan terkait pengambilalihan tanah-tanah ini. Komplain ini datang dari individu hingga berbagai entitas hukum.
Meskipun banyak protes, pemerintah tetap berkomitmen untuk melanjutkan penertiban tanah telantar. Penegerian tanah yang tidak berfungsi ini bertujuan untuk menciptakan ruang terbuka hijau yang sangat dibutuhkan di daerah urban.
Secara umum, kepemilikan lahan yang tidak dimanfaatkan dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Jadi, pengambilan kembali tanah telantar diharapkan dapat mendorong terciptanya lebih banyak ruang terbuka hijau untuk masyarakat. Ini sejalan dengan kebutuhan akan ruang terbuka hijau yang wajib memenuhi 20 persen dari keseluruhan luas wilayah kota.
Pemerintah menyatakan bahwa tanah-tanah yang mengalami penertiban akan dikonversi menjadi ruang terbuka hijau. Langkah ini tentunya sejalan dengan visi pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Sebelumnya, pemerintah juga mengeluarkan peraturan yang mendasari pengambilalihan ini, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021. Aturan ini bertujuan untuk mengatur kawasan dan mengelola tanah telantar demi kepentingan bersama.
Nusron juga menyebutkan bahwa terdapat sekitar 1,4 juta hektare tanah telantar yang perlu dikelola lebih baik di Indonesia. Proses pengambilalihan tanah ini akan dilakukan secara bertahap dan disalurkan kepada kelompok masyarakat yang siap untuk memanfaatkannya.
Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan masyarakat bisa mendapatkan kesempatan untuk mengelola dan memanfaatkan tanah yang sebelumnya tidak terpakai. Ini bisa menjadi langkah nyata dalam mendorong ekonomi lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pada akhirnya, pengambilalihan tanah telantar adalah sebuah langkah progresif. Hal ini menunjukkan bagaimana pemerintah berusaha untuk menjawab tantangan dalam mengelola sumber daya alam demi kemajuan bangsa.








